dinasti abbasiyah dan perkembangan hadis

DAFTAR ISI
Daftar isi         ..........................................................................................      1            
Pendahuluan               ..............................................................................      2
Latar Belakang            ..................................................................      2
Pembahasan         
            A. Sejarah terbentuknya Dinasti Abbasiyah  ..............................       3
            B. Periodisasi Dinasti Abbasiyah                    ..............................      4
            C. Perkembangan dan Kemajuan Islam Pada Dinasti Abbasiyah      5
            D. Runtuhnya Dinasti Abbasiyah                    .............................      7
Penutup    
 Kesimpulan .............................................................................          10
Daftar Pustaka    .......................................................................................     11















PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Dalam kehidupan kita sekarang ini tidak akan terlepas dari peristiwa sejarah, karena masa sekarang ada karena adanya sejarah. Salah satu  manfaat terbesar dari sejarah adalah kita dapat mengambil teladan-teladan dari peristiwa di masa lampau, sehingga sejarah memberikan manfaat yang besar demi kelangsungan hidup.
Salah satu sejarah yang dapat memberi pedoman bagi kehidupan adalah Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti islam yang mencetak sebuah sejarah yang menggugah dan mengalami berbagai macam peristiwa. Apabila sejarah Dinasti Abbasyiah tidak di eksplor dan hanya menjadi sesuatu yang terjadi pada masa lampau yang sia-sia maka hal itu merupakan salah satu tindakan yang sangat merugikan. Oleh sebab itu kami menyajikan makalah ini agar supaya menjadi contoh atau tauladan dari sejarah Dinasti Abbasyiah. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengenal sejarah Dinasti Abbasiyah dalam  mengambil tauladan dari sejarah Dinasti Abbasiyah tersebut.
Dalam makalah ini, kita akan membahas bagaimana sejarah terbentuknya Dinasti Abbasiyah, periodisasi Dinasti Abbasiyah, kemajuan, ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hadits dan penyebab runtuhnya Dinasti Abbasiyah.




















PEMBAHASAN
A.   Sejarah terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Kekhalifaan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua islam yang berkuasa di Bagdad (sekarang ibukota Irak). Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Bagdad.[1]
Berdirinya Dinasti Abbasiyah tidak bisa dilepaskan dari munculnya berbagai masalah di periode-periode terkhir Dinasti Umayyah.[2] Sejrah peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah ke Daulah Abbasiyah. Bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan islam ditangan mereka, karena mereka adalah keluarga Nabi Muhammad SAW yang terdekat. Tuntutan itu sudah ada sejak lama, tetapi baru menjelma menjadi gerakan ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mengalahkan Ali bin Abi Thalib dan bersikap keras terhadap Bani Hasyim.[3]
Propoganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz (717-720) menjadi khalifah Daulah Umayyah. Umar memimpin dengan adil tentram,  dan negara yang stabil sehingga memberi kesempatan pada gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakan yang berpusat di Al-humaimah. Hal ini mencapai puncak pada saat terjadinya peperangan antara Abu Abbas As-saffa dengan Marwan II yang berakhir dengan kekalahan pasungan Marwan II, sekaligus menjatuhkan kekuasaan Bani Umayyah. Kematian panglima tersebut membangkitkan dendam kedua putranya, Ali ibn Al-kamani dan Utsman Ibn Al-kalami yang kemudian bergabung dengan panglima Al-khurasani. Penggabungan dua kekuatan besar ini berhasil menduduki ibukota dan membunuh Emir Nashar ibn Sayyan, gubernur wilayah Kurasan. Kemudian mereka menaklukan kota-kota lainnya. Seluruh wilayah Khurasan sudah berada digenggaman Abbasiyah pada tahun 131 H/749 M. Kemudian rakyat membaiat Abdullah bin Muhammad atau Abu Abbas As-saffa, keponakan Ibrahim ibn Ali sebagai pemimpin pertama Abbasiyah pada ujung tahun 132 H. Dengan ditangkapnya khalifah Marwan II, berakhirlah Dinasti Umayyah dan Lahirlah secara resmi Dinasti Abbasiyah.[4]
Khalifah bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khalifah Bani Abbasiyah, dimana pendiri dari khalifah ini adalah keturunan Al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimallahu. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750M) sampai dengan 656 H (1258 M).[5]
B.   Periodisasi Dinasti Abbasiyah
1.      Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M)
Periode pertama ini disebut periode pengaruh Arab dan Persia Pertama. Pada periode ini pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa kejayaannya. Dan kemakmuran masyarakat menacapai tingkat tertinggi. Setelah periode pertama pemerintahan Dinasti Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik, meskipun dalam bidang falsafat dan ilmu pengetahuan semakin berkembang.
2.      Periode Kedua (232H/847M-334H/945M)
Periode ini disebut masa pengaruh Turki pertama. al-Ma’mundan al-Mu’tashim mendirikan pasukan bersenjata. Pada masa kemunduran ini Bani Abbas bergantung kepada pasukan asing untuk dapat berkuasa atas rakyatnya, sehingga pemerintahan pisat menjadi lemah.
3.      Periode ketiga (334H/945M-447H/1055M)
Periode ini adalah periode masa kekuasaan Dinsti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa mengaruh Persia kedua. Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran Mu’tazilah bangkit, terutama di wilayah Persia dan bergandengan tangan dengan kaum Syi’ah.[6] Hal itu disebabkan karena kaum buwayhiyin adalah orang Syi’ah berasal dari Dailam. Mereka menaruh dendam dan kebencian kepada islam. Dari mereka muncul berbagai perbuatan yang bertentangan dengan islam.
4.      Periode keempat (447H/1055M-590 H/1149 M)
Periode ini adalah masa kekuasaan Dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan Turki sngat mendominasi. Kaum ini adalah kaum muslimin yang berasal dari kabilah-kabilah al-Ghizz di Turki. Dalam  bidang keagamaan, masa ini ditandai dengan kemenangan kaum Sunni, terutama dengan kebijakan Nidham Al-Muluk mendirikan sekolah-sekolah yang disebut Madaris Nidhamiyyah. [7]
5.      Periode kelima (590H/1194M-656H/1258M)
Periode ini adalah masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaanya hanya efektif di sekitar kota Baghdad. Sesudah seljuk, para khalifah tidak lagi dikuasai oleh kaum tertentu. Akan tetapi, negara sudah terbagi-bagi dalam berbagai kerajaan kecil yang merdeka.  
Dinasti Abbasiyah merupakan khalifah keemasan dalam panggung sejarah Islam. Abbasiyah mampu memahat sejarah dalam tenaga kemakmuran. Rentan waktu kekuasaannya sebagaimana tersebut dikemudikan oleh 37 khalifah.
C.   Perkembangan dan Kemajuan Islam pada Dinasti Abbasiyah
Baghdad adalah ibukota Irak dan merupakan kota terbesar kedua di Asia Barat Daya stelah Taheran. Kota ini terletak di antara sungai Tigris dan sungai Eufrat. Karena berada di lokasi yang strategis dan menjadi kota yang penting, sehingga hal itu menarik perhatian khalifah kedua dan mengutus Sa’ad bin Abi Waqqaz untuk menaklukan kota itu. Agama islam akhirnya dipeluk oleh mayoritas masyarakat Baghdad. Ketika kekhalifaan Bani Abbasiyah kota Baghdad menjadi saksi era keemasan Islam.[8]
Pembangunnya diperkarsai oleh khalifah Abu Ja’far al-Mansur, yang memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Khalifah kedua dari Dinasti Abbasiyah itu, berhasil menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru yang megah.
Ktika Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh Harun ar-Rasyid, kota Baghdad semakin cemerlang dan menjadi tujuan banyak orang. Saat itu, para cendikiawan dan ilmuan semakin banyak yang berdiam di Baghdad. Kemudian, sang khalifah mendirikan Bayt al-Hikmah, sebuah akademik ilmiah yang menjadi pusat aktivitas keilmuan. Baghdad menjadi sebuah kota yang mengoleksi berbagai karya keilmuan yang sangat agung.
Perkembangan islam ditandai dengan adanya imam-imam mazhab hukum empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah. Pertama, Imam Abu Hanifah (700-767M), dalam pendapat-pendapatnya mengenai hukum islam dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di kuffah. Oleh karena itu mazhab ini lebih menggunakan pemikiran rasional daripada hadis.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik(713-795M), banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dan tokoh mazahb ini ditengahi oleh Imam Syafi’i (767-820M) dan Imam Ahmad ibn Hambal (780-855M).
Di samping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas pun banyak terdapat mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas yang mendirikan mazhab pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab ini hilang bersama berlalunya zaman. Kemudian lahir pula aliran-aliran teologi, akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas.[9]
Dalam ilmu pengetahuan, terjadi perkembangan di berbagai bidang keilmuan
1.      Ilmu Tafsir
Pada saat itu, para mufassir menggunakan metode penafsiran dengan cara memberikan interpretasi al-Qur’an dengan Hadits dan penjelasan para sahabat besar (tafsir bi al-ma’tsur). Selain itu, para ilmuan tafsir juga menggunakan akal lebih banyak daripada hadits (tafsir bi al-ralyi).[10] Tampaknya pengaruh filsafat khususnya dan sains berimbas kepada keilmuan tafsir ini.[11]
2.      Ilmu Hadits
Di bidang ilmu hadits, penulisan hadis juga berkembang pesat pada Bani Abbas. Hal itu disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.[12] Sebenarnya hadits ini sudah mulai dikidifikasikan pada masa Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Umayyah, tetapi baru mencapai finalnya pada masa dinasti Abbasiyah, khalifah Umar bin Abdul Azis secara resmi menginstruksikan agar dilakukan pengkodifikasikan hadis nabi, dan Syihab al-Zuhri (w.124 H) tercatat sebagai ulama besar pertama yang membukukan hadis, yang kemudian dilanjutkan oleh para ulama atas anjuran dan dukungan para khalifah Abbasiyah.[13]
Di zaman Dinasti Abbasiyah, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dilakukan ulama masa Abbasiyah berkaitan dengan hadis nabi, yaitu melakukan kegiatan rihlah untuk mengumpulkan hadis dari para perawi semakin meningkat dan meluas, membuat klasifikasi hadis pada yang marfu’, mauquf, dan maqtu’, dan menghimpun kritik-kritik hadis. Sebagai kelanjutan dari usaha ini, pada masa ini lahirlah kitab sahih, suan dan musnad, setelah al-muwatta’. Iamam Bukhari dan Muslim    menghimpun hadis kedalam kitab sahih, sedangkan imam hadis terkenal lainnya, seperti Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i dan ibn Majah masing-masing menyusun kitanb sunan. Demikian juga Imam Ahmad dengan kitab musnadnya. Kitab-kitab hadis inilah, yang hingga sekarang dijadikan rujukan oleh para ulama. Ini merupakan kitab-kitab hadis yang umurnya sudah ratusan tahun.[14]
Masa bani Abbasiyah merupakan hadits dalam periode kelima. Pada mulanya, ulama islam mengumpulkan hadits yang terdapat di kota mereka masing-masing. Keadaan ini dipecahkan oleh Al-Bukhary yang mula-mula meluaskan daerah-daerah untuk mencari hadits salah satunya Baghdad.[15]
3.      Ilmu sejarah
Pada saat itu, ilmu sejarah juga berkembang sangat baik. Adapun tokohnya adalah al-Mas’ud, yang dijuluki sebagai pemimpin para sejarawan.[16]
Selain ketiga ilmu tersebut masih banyak cabang ilmu yang lain berkembang pada masa Bani Abbasiyah. Seperti ilmu tasawwuf, sastra, filsafat, falak, kedokteran, kimia, astronomi, matematika, hal tersebut merupakan alasan utama bahwa masa Dinasti Abbasiyah merupakan masa yang cemerlang bagi ummat islam.
Di bidang yang selain ilmu, Dinasti Abbasiyah juga berkembang di bidang ekonomi khususnya pertanian, perimdustrian dan perdagangan. Dibidang pertanian, para petani dibina dan diarahkan, seta pajak bumi mereka diringankan. Selain itu para khalifah juga berusah untuk memperluas bidang pertanian. Dalam bidang perindustrian, yang mendukung kemajuannya adalah potensi alam berupa barang tambang, seperti perak, tembaga, bibji besi, dan lain-lain. Karena Baghdad yang menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah merupakan pusat perdagangan atau perniagaan, maka dalam bidang ekonomi Dinasti Abbasiyah bisa berkembang.
D.   Runtuhnya Dinasti Abbasiyah
Seperti halnya sebuah pemerintahan pasti memilki sejarah berdiri, kemudian puncak kejayaan, setelah itu akan mengalami kehancuran. Begitu pula yang terjadi pada Dinasti Abbasiyah yang selama hampir 6 abad berkuasa, kejayaan Dinasti Abbasiyah secara perlahan mulai meluntur. Cerita kebesaran dan keagungannya berkhir tragis setelah Baghdad dihancurkan bangsa Mongol pimpinan Hulagu Khan pada 1258 H.[17]
Kemunduran atau runtuhnya Dinasti Abbasiyah terbagi atas dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.      Faktor Internal
Faktor internal runtuhnya Dinasti Abbasiyah antara lain:
a.       Kemewahan hidup dikalangan penguasa[18]
b.      Perebutan kekuasaan anatara keluarga, perang saudara antara al-Amin dan al-Ma’mun
c.       Kemorosotan ekonomi
Pendapatan negara pada saat itu menurun, sedamgkan pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan oleh wilayahnya yang semakin menyempit, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu, dan banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri tidak lagi membayar upeti.[19]
d.      Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan juga mengakibatkan persoalan kebangsaan mengalami perpecahan berbagai aliran keagamaan. Seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Sunni, dan kelompik-kelompok garis besar yang mengakibatkan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk menyatukan pahamnya.[20]
2.      Faktor Eksternal
a.       Perang Salib
Pada tanggal 26 November 1095, Paus Urbanus II menyampaikan pidato yang berapi-api yang menggemparkan seluruh umat kristendi Clermont, Prancis, sehingga negara-negara kristen mempersiapkan tentara untuk perang merebut Palestina. Pada permulaan tentara salib berhasil mencapai Palestina dan daerah sekitarnya dan berhasil merebut Baitul Maqdis, dan korbannya kurang dari 70.000 jiwa, sehingga hal ini menyebabkan pemerintahan Dinasti Abbasiyah semakin melemah.
b.      Serangan Hulagu Khan (Bangsa Mongol)
Bangsa mongol menyerang Baghdad  dalam kondisi yang sudah lemah. Pasukan Hulagu Khan menghancurkan Baghdad rata dengan tanah dan membunuh orang-orangnya. Al-Mu’tasim yang merupakan khalifah terakhir berusaha untuk mengulur waktu penyerahan, tetapi hal itu sia-sia. Diperkirakan 800.000 orang menjadi sasaran pembantaian pasukan mongol ini. Al-Mu’tasim sendiri dan keluarganya dibunuh secara kejam. Dengan terbunuhnya khalifah al-Mu’tasim maka berakhir pulalah Dinasti Abbasiyah.[21]



















PENUTUP
 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu Dinasti Islam yang menjadi masa kejayaan islam. Dinasti Abbasiyah yang pertama kali dibangun oleh Abu al-Abbas al-Safah mengalami perkembangan diberbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, ekonomi, dan perindustrian.
Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah banyak mengalami konflik, sehingga Dinasti Abbasiyah runtuh pada masa akhir pemerintahan al-Mu’tasim yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internalnya yaitu pemimpin yang terbiasa hidup mewah, perebutan kekuasaan, kemerosotan ekonomi, serta konflik keagamaan. Selain faktor internal Dinasti Abbasiyah runtuh karena adanya perang salib yang menyebabkan banyak korban jiwa, begitupula dengan serangan bangsa Mongol yang meluluh-lantahkan Dinasti Abbasiyah.















DAFTAR PUSTAKA

Al-Azizi, Abdul Syukur. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Yogyakarta: Saufa, 2013
Al-‘Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media. 2013
Fuadi, Imam. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras. 2011
Khoiriyah. Reorientasi Wawancara Sejarah dari Arab Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam. yogyakarta: Teras. 2014
Sulasman dan Suparman. Sejarah Islam di Asia dan Eropa. Bandung: CV Pustaka Setia. 2013
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: P. T Raja Grafindo Persada. 2000




[1] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 85
[2] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 105
[3] Sulasman, suparman, Seajrah Islam di Asia dan Eropa (Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 146
[4] Sulasman, suparman, Seajrah Islam di Asia dan Eropa (Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 147

[5] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 86
[6] Sulasman, suparman, Seajrah Islam di Asia dan Eropa (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 148-149
[7] Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam (Jakart: Akbar Media, 2013), hlm 252, 259
[8] Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (jogjakarta: Saufa, 2014), hlm. 197
[9] Sulasman, suparman, Seajrah Islam di Asia dan Eropa (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 159-160
[10] Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (jogjakarta: Saufa, 2014), hlm.208
[11] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 139
[12] Sulasman, suparman, Seajrah Islam di Asia dan Eropa (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 149
[13] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 140
[14] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 141
[15] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm.60
[16] Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (jogjakarta: Saufa, 2014), hlm.211
[17]Ibid, hlm.220
[18] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 119
[19] Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (jogjakarta: Saufa, 2014), hlm.222
[20] Ibid, hlm.223
[21] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 152,153

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmu Hadis" Tekstual dan kontekstual hadis menurut Prof. Dr. H.M. Syuhudi Ismail"

Resume Buku Islamic Philosophy From Its Origin To The Present